
DENPASAR – VISIBALI.COM. Berdasarkan data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, perkembangan harga di wilayah tersebut pada Desember 2024 mencatat inflasi bulanan sebesar 0,31% (mtm). Angka ini lebih rendah dibandingkan inflasi pada November 2024 yang mencapai 0,50% (mtm).
“Secara tahunan, inflasi di Bali menurun menjadi 2,34% (yoy) dari 2,50% (yoy) pada bulan sebelumnya, didukung oleh upaya pemerintah dalam mengendalikan kenaikan harga barang dan jasa selama Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Natal dan Tahun Baru,” ujar Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Erwin Soeriadimadja, dalam rilisnya, Kamis (2/1/2025)
Diuraikan, Sepanjang 2024, inflasi Provinsi Bali tercatat lebih rendah dibandingkan tahun 2023, yakni sebesar 2,34% (yoy) dibandingkan 2,77% (yoy) pada tahun sebelumnya. Sementara itu, inflasi bulanan di tingkat nasional pada Desember 2024 mencapai 0,44% (mtm), dengan inflasi tahunan sebesar 1,57% (yoy). Kondisi ini menunjukkan keberhasilan pengendalian inflasi yang didukung oleh kolaborasi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) melalui berbagai strategi inovatif dan sinergi yang terintegrasi.
Menurutnya, secara spasial, seluruh kota penghitungan Indeks Harga Konsumen (IHK) di Bali mengalami inflasi bulanan pada Desember 2024: Kota Denpasar: Inflasi sebesar 0,19% (mtm) atau 2,69% (yoy); Kabupaten Badung: Inflasi sebesar 0,37% (mtm) atau 1,98% (yoy); Kabupaten Tabanan: Inflasi sebesar 0,49% (mtm) atau 2,44% (yoy); Kota Singaraja: Inflasi sebesar 0,32% (mtm) atau 1,93% (yoy).
“Dibandingkan dengan 2023, inflasi tahunan di Kota Denpasar dan Singaraja menunjukkan penurunan, masing-masing dari 2,54% (yoy) dan 4,31% (yoy),” imbuhnya.
Kelompok makanan, minuman, dan tembakau masih menjadi penyumbang utama inflasi di Bali sepanjang 2024. Pada Desember 2024, kenaikan harga komoditas seperti bawang merah, cabai merah, cabai rawit, tomat, dan sawi hijau menjadi pendorong utama inflasi. Faktor cuaca yang menghambat produksi dan berakhirnya masa panen hortikultura menjadi penyebab kenaikan harga tersebut.
Namun, tekanan inflasi berhasil ditekan oleh penurunan harga beberapa komoditas, seperti daging babi, tarif angkutan udara, daging ayam ras, kangkung, dan beras. Penurunan tarif angkutan udara, misalnya, didorong oleh kebijakan diskon tiket pesawat sebesar 10% selama periode Natal dan Tahun Baru.
Menjelang awal 2025, terdapat beberapa potensi risiko inflasi, seperti meningkatnya permintaan selama libur panjang akhir Januari, kenaikan harga komoditas hortikultura akibat berakhirnya masa panen, serta tren kenaikan harga emas perhiasan dan Crude Palm Oil (CPO) yang dapat mempengaruhi harga minyak goreng. Meski demikian, sejumlah faktor diperkirakan dapat mendukung terkendalinya inflasi, termasuk: perluasan areal tanam (PAT) padi yang telah mencapai 90,09% dari target, penguatan pasokan beras, kebijakan diskon tarif listrik dan penurunan harga tiket pesawat.
Bank Indonesia bersama TPID di Bali terus memperkuat strategi pengendalian inflasi melalui pendekatan 4K, yakni: Ketersediaan Pasokan: Pelaksanaan operasi pasar, pasar murah, dan Gerakan Tanam Pangan Cepat Panen (Genta Paten); Keterjangkauan Harga: Pengawasan stok, distribusi cadangan pangan melalui mitra distributor dan Toko Pangan Kita; Kelancaran Distribusi: Optimalisasi bantuan transportasi guna memperlancar distribusi pangan; Komunikasi Efektif: Penyebaran informasi pasar murah, imbauan belanja bijak, dan penguatan data neraca pangan.
“Dengan langkah-langkah ini, Bank Indonesia optimis inflasi Bali pada 2025 akan tetap terjaga dalam target nasional 2,5% ± 1%,” pungkasnya. (red)