ICOPE 2025: Komitmen WWF Indonesia Dorong Industri Kelapa Sawit Berkelanjutan
ICOPE 2025

DENPASAR – VISIBALI.COM. WWF Indonesia terus menunjukkan komitmennya dalam mendorong produksi dan konsumsi kelapa sawit berkelanjutan. Hal ini disampaikan oleh Conservation Director WWF-Indonesia, Dewi Yani Rizki Lestari, dalam International Conference on Oil Palm and the Environment (ICOPE) 2025 yang berlangsung di Bali Beach Convention, Sanur, Denpasar, Rabu (12/2/2025)
“Sebagai organisasi non-pemerintah yang telah berkiprah sejak 1962, WWF Indonesia aktif dalam berbagai isu lingkungan, termasuk Hutan dan Satwa Liar, Laut dan Perikanan, serta Perubahan Iklim & Transformasi Pasar. Dalam ICOPE 2025, WWF Indonesia menyoroti peran strategis Program Komoditas Berkelanjutan di bawah Direktorat Perubahan Iklim & Transformasi Pasar,” tuturnya.
Menurutnya, WWF Indonesia berupaya mewujudkan industri kelapa sawit yang lebih ramah lingkungan melalui berbagai strategi, seperti: Mendorong aksi kolektif dengan rantai pasokan terintegrasi dari bahan baku hingga produk akhir untuk meningkatkan keseimbangan produksi dan permintaan; Menguatkan transparansi rantai pasokan, keterlacakan, serta memastikan kepatuhan terhadap regulasi pasar global; Mengembangkan kolaborasi antara negara penghasil dan pembeli melalui kemitraan strategis di setiap Kantor Nasional WWF; Memfasilitasi koordinasi antara pemangku kepentingan utama di sektor hilir kelapa sawit, termasuk perusahaan, lembaga keuangan, organisasi masyarakat sipil, dan pemerintah.
“Saat ini, WWF Indonesia telah bermitra dengan lebih dari 90 perusahaan dan UKM, di mana 28 di antaranya telah berkomitmen menggunakan minyak kelapa sawit berkelanjutan dalam operasional bisnis mereka,” ungkap Dewi Yani.
Dewi Yani juga mengutarakan, Lebih dari 40% perkebunan kelapa sawit di Indonesia dikelola oleh petani kecil. Oleh karena itu, WWF Indonesia menekankan pentingnya inklusivitas dan pembangunan kapasitas bagi petani kecil sebagai bagian dari transformasi agroekologi. Hingga kini, sekitar 2.500 petani kecil telah mendapatkan dukungan WWF Indonesia, mencakup area seluas 4.800 hektar.
“Sebanyak 1.300 petani kecil yang kami dampingi telah memperoleh sertifikasi RSPO. Kami juga tengah mengembangkan aplikasi Hamurni untuk meningkatkan keterlacakan minyak kelapa sawit dan memastikan sumbernya tidak berasal dari kawasan hutan,” ungkap Dewi.
Selain program advokasi dan pelatihan, WWF Indonesia juga berkolaborasi dengan universitas dalam berbagai penelitian terkait kelapa sawit, termasuk: Analisis kontribusi industri kelapa sawit terhadap pencapaian NDC Indonesia; Strategi peningkatan produktivitas kelapa sawit hingga 5-6 ton/ha untuk mendukung program biofuel nasional (B50); Pemetaan komoditas kelapa sawit, karet, kopi, dan kayu hutan di Indonesia pada 2023; Studi dampak rehabilitasi jangka panjang terhadap ekosistem hutan di Jambi dan Kalimantan Tengah.
“WWF Indonesia juga tengah memperkuat kerja sama dengan Universitas Gadjah Mada, Universitas Brawijaya, Universitas Palangkaraya, dan Universitas Jambi untuk mengembangkan pertanian regeneratif dalam konteks kelapa sawit berkelanjutan,” imbuhnya.
Dewi Yani Rizki Lestari juga berharap konferensi ICOPE 2025 dapat menjadi ajang diskusi yang menghasilkan solusi inovatif bagi industri kelapa sawit Indonesia. Dewi menyebut, berdasarkan penelitian dan data yang dihimpun, WWF Indonesia turut berkontribusi dalam perumusan kebijakan, termasuk Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).
“Kami mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk bersinergi demi masa depan industri kelapa sawit yang lebih berkelanjutan,” pungkasnya. (wie)