
DENPASAR – VISIBALI.COM. Meski minus Kapolda Bali yang sempat diharapkan kehadirannya dalam rapat koordinasi soal ketertiban dan keamanan di Bali, lantaran adanya tugas mendadak, meski begitu, rapat tetap dilanjutkan demi membahas berbagai persoalan keamanan yang belakangan mencuat di wilayah Bali.
Rapat yang sempat tertunda sebelumnya ini kembali digelar karena meningkatnya sejumlah kasus yang dianggap meresahkan masyarakat.
“Kami butuh kejelasan dari pihak Polda, karena situasi keamanan belakangan ini cukup mengkhawatirkan,” ujar Ketua Komisi I DPRD Provinsi Bali, I Nyoman Budiutama, SH., Senin (23/6/2025) didampingi segenap anggota komisi, serta dihadiri jajaran Polda Bali beserta Kapolres se-Bali dan OPD terkait, termasuk Imigrasi Ngurah Rai.
Menurutnya, persoalan keamanan tidak bisa hanya dijelaskan kepada masyarakat lokal, tetapi juga kepada para pemangku kepentingan lintas wilayah dan instansi.
“Kita bicara soal koordinasi dan kolaborasi—baik di tingkat provinsi, kabupaten, hingga desa adat. Desa adat punya peran penting dalam pengamanan wilayahnya secara tradisional,” tambahnya.
Pemerintah Provinsi Bali sendiri telah menginisiasi sistem pengamanan melalui keberadaan Sistem Pengamanan Lingkungan Terpadu Berbasi Desa Adat (SIPANDU BERADAT), yang beroperasi mulai dari desa, kecamatan, hingga tingkat provinsi. Tujuannya satu yaitu menjaga ketertiban dan stabilitas keamanan wilayah Bali.
Budiutama mengungkapkan, dari berbagai laporan yang masuk, kasus-kasus konvensional seperti pencurian menjadi yang paling dominan.
“Pencurian berat masih sering terjadi. Selain itu, pelanggaran lalu lintas juga marak, bahkan dilakukan oleh warga lokal sendiri,” katanya.
Yang tak kalah krusial adalah pelanggaran izin oleh warga negara asing (WNA) yang membuka usaha di Bali tanpa izin resmi.
“Ini melanggar peraturan daerah dan peraturan gubernur. Kita perlu ketegasan dalam menindak pelanggaran ini,” tegasnya.
Selain aspek teknis, rapat juga menyinggung perlunya evaluasi menyeluruh terhadap peraturan daerah (perda). Beberapa masukan bahkan menyinggung adanya ketidaksesuaian antara regulasi daerah dan peraturan yang lebih tinggi di tingkat nasional.
“Saat ini perlu pembahasan yang komprehensif, melibatkan para ahli. Karena tidak boleh ada aturan di bawah yang bertentangan dengan undang-undang di atasnya,” tukasnya.
Ketika ditanya soal siapa saja yang mendominasi pelanggaran, jawabannya cukup mencengangkan pelaku berasal dari semua kalangan—baik warga lokal, pendatang dari luar Bali, hingga WNA.
“Ini harus jadi perhatian bersama. Jangan sampai Bali sebagai tujuan wisata justru kehilangan daya tarik karena masalah keamanan yang dibiarkan,” pungkasnya. (wie)