Sanggar Seni Paras Paros Menampilkan Pagelaran Barong Landung
Pemkab Badung

DENPASAR – VISIBALI.COM. Suasana magis menyelimuti Kalangan Ayodya, Taman Budaya Art Center Denpasar pada Sabtu malam (5/7), saat Sanggar Seni Paras Paros, Banjar Ketapang, Desa Adat Kedonganan, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, menampilkan Rekasadana (Pagelaran) Barong Landung bertajuk “Pula-Pala” dalam rangkaian Pesta Kesenian Bali (PKB) XLVII.
Penampilan ini tak sekadar hiburan, namun mengandung pesan filosofis yang dalam. “Pula-Pala” berarti segala yang tumbuh berawal dari benih yang ditanam. Pesan ini menjadi pengingat bahwa apa yang ditanam dalam pikiran, diucapkan dalam kata, dan dilakukan dalam perbuatan akan kembali sebagai buah kehidupan. Pesan spiritual ini dituturkan dalam sebuah dramatari yang penuh makna dan keindahan artistik.
Pagelaran “Pula-Pala” digali dari kearifan lokal masyarakat pesisir Kedonganan. Cerita ini merupakan bentuk ungkapan rasa syukur kepada Ratu Gede Bagus Pengenter, sosok spiritual yang diyakini berstana di Puri Tegeh Gumi. Ia dipuja sebagai penjaga harmoni alam, penolak bala, serta pemberi berkah bagi hasil laut, kesuburan ternak, dan ketenteraman masyarakat.
Kisah bermula dari perjalanan spiritual Ki Dukuh Kawia, tokoh suci yang mendapatkan sabda dalam tapa semadi. Ia lalu memimpin masyarakat melaksanakan tari Rejang Patedun, sebagai bentuk bhakti dan permohonan akan hadirnya Taru Pule, pohon suci yang diyakini memiliki kekuatan spiritual untuk mewujudkan tapakan Barong Landung, simbol pelindung desa dan penjaga harmoni.
“Ini bukan hanya tentang pohon atau media ritual, tapi tentang niat dan kesucian yang kita tanam dalam hati,” ujar sang sutradara dan koordinator pagelaran, Wayan Adi Saputra, S.Sn. “Apa yang tumbuh dari niat suci akan menjadi warisan spiritual yang tak ternilai,” tambahnya.
Wayan Adi menegaskan bahwa tema “Pula-Pala” lahir dari kehidupan sehari-hari masyarakat Kedonganan. “Kami mencoba mengangkat lokal genius yang ada di desa kami, dan mentransformasikannya ke dalam karya seni. Ini adalah cara kami merawat budaya dan menyampaikan pesan penting, yakni manusia harus menjaga alam, maka alam pun akan menjaga kita,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menyampaikan apresiasi kepada Pemerintah Kabupaten Badung dan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali yang telah memberikan ruang bagi seniman lokal untuk terus berkarya. “Adanya kategori Barong Landung dalam PKB tahun ini membuat kami sangat antusias. Kami sangat berterima kasih karena sudah difasilitasi untuk mengekspresikan seni dan tradisi kami,” tuturnya.
Proses kreatif menuju pentas ini dimulai sejak April hingga Juni 2025. Selama tiga bulan, para seniman terlibat dalam latihan intens untuk menyiapkan garapan berdurasi satu jam ini. Total, pagelaran melibatkan 18 penabuh, 1 orang penembang (gerong), dan 10 penari, yang semuanya tampil kompak dan penuh penghayatan.
Tata artistik yang memikat, kostum yang merepresentasikan karakter sakral, serta kekuatan dramatik yang kuat membuat pertunjukan ini mendapat sambutan hangat dari penonton. Gemuruh tepuk tangan pun mengiringi akhir pagelaran, sebagai bentuk apresiasi atas totalitas yang ditampilkan oleh Sanggar Seni Paras Paros.
Pagelaran “Pula-Pala” tidak hanya menjadi tontonan budaya, namun juga pengingat spiritual yang relevan di masa kini. Ia menanamkan kesadaran akan pentingnya menjaga keseimbangan antara manusia dan alam semesta. Seperti benih yang ditanam, karya ini diharapkan menjadi warisan yang tumbuh dalam kesadaran generasi selanjutnya.
Sebagaimana makna judulnya, apa yang ditanam hari ini akan menjadi buah di kemudian hari. Melalui “Pula-Pala”, masyarakat Kedonganan telah menanam nilai, keyakinan, dan keindahan yang akan terus tumbuh sebagai bagian dari warisan budaya Bali.