Sekaa Gong Satyaning Kebo Taruna Tampil Elegan di Panggung PKB Bali

DENPASAR-VISIBALI.COM – Ribuan penonton terpukau menyaksikan secara langsung penampilan Sekaa Gong Satyaning Kebo Taruna, Yowana Desa Adat Bedha, Desa Bongan, Kecamatan Tabanan dalam Parade Gong Kebyar Dewasa Pesta Kesenian Bali (PKB) XLVII Tahun 2025, yang digelar di Panggung Terbuka Ardha Candra, Art Center Denpasar.
Duta Kabupaten Tabanan ini hadir dengan balutan busana bernuansa Tri Datu, menciptakan atmosfer sakral dan megah sejak awal kemunculan mereka di atas panggung, Rabu 9 Juli 2025 malam.
Berhadapan dengan Duta Kota Denpasar, Sekaa Gong Satyaning Kebo Taruna menyajikan tiga garapan unggulan yang mengangkat kekayaan musikalitas, spiritualitas, serta sejarah lokal Desa Adat Bendha. Riuh tepuk tangan penonton menggema ketika mereka memasuki panggung, menandai antusiasme tinggi terhadap penampilan yang sarat nilai budaya ini.
Garapan pertama, Tabuh Nem Lelambatan “Tungtung Tangis III”, merupakan karya seni tradisional yang merekonstruksi karya pendahulunya pada Festival Gong Kebyar Bali tahun 1992 dan PKB 2009. Ditata oleh I Made Arnawa, S.SKar., M.Sn., garapan ini mempertahankan roh Lelambatan yang sakral namun dikemas ulang sesuai kebutuhan waktu, menjadikannya penuh rasa dan kenangan, seolah mengajak penonton bernostalgia ke era kejayaan Tungtung Tangis I dan Tungtung Tangis II sebelumnya.

Selanjutnya, garapan kedua adalah tari kreasi kekebyaran berjudul “Awor Tiga”, yang merepresentasikan filosofi AUM yaitu penyatuan tiga aksara suci Ang, Ung, Mang, simbol kekuatan, kesucian, dan kebijaksanaan.
Digarap oleh koreografer Ida Bagus Putu Darmayasa, S.Sn., M.Si dan penata karawitan Ade Putra Iwan Setiawan, S.Sn., M.Sn., tari ini tidak hanya menggambarkan kekuatan spiritual, namun juga menjadi representasi dari arah pembangunan Kabupaten Tabanan yang mengusung semangat Aman, Unggul, Madani (AUM).
Pementasan ditutup dengan fragmen tari bertajuk “Wiwitaning Bedha”, yang membumikan kisah heroik Patih Kebo Iwa di masa Kerajaan Bedulu.
Fragmen ini mengangkat perjuangan, pengabdian, hingga pengaruh Patih Kebo Iwa dalam membangun Desa Adat Bedha mulai dari strategi pertahanan, pembangunan subak, hingga pendirian pura untuk kesejahteraan dan keharmonisan masyarakat.
Karya fragmen ini dikonsep oleh I Wayan Juana Adi Saputra, S.Sn., M.Fil., dengan sentuhan artistik dari penata tari I Made Dendi Dwi Karyana, S.Sn., dalang Jana Mejaya, penata tabuh dan gerong Yan Kiung serta Tanda oleh Wahyu Diantara.
Penampilan monumental ini turut disaksikan langsung oleh Gubernur Bali Wayan Koster, Bupati Tabanan Dr. I Komang Gede Sanjaya, S.E., M.M., beserta Ny. Rai Wahyuni Sanjaya, Wakil Bupati Tabanan I Made Dirga, S.Sos., beserta Ny. Budiasih Dirga, jajaran DPRD Tabanan, Sekretaris Daerah beserta istri, para Kelompok Ahli Pemkab Tabanan, Asisten Setda Tabanan, serta Kepala OPD di lingkungan Pemkab Tabanan.
Bupati Tabanan dalam komentarnya menyampaikan apresiasi dan kebanggaan yang mendalam terhadap seluruh insan kreatif, baik penari, penabuh, penata seni, hingga para official yang telah mempersiapkan penampilan dengan sangat maksimal.
“Sekaa Gong Satyaning Kebo Taruna tidak hanya tampil estetik dan harmonis, tetapi juga mampu menggugah rasa bangga akan warisan budaya Tabanan yang luhur. Ini adalah bentuk pengabdian seni yang luar biasa, keren sekali. Bahkan termasuk mengemas pesan sejarah dari Patih Kebo Iwa sebagai cikal bakal Desa Adat Bedha, keren pokoknya” ungkapnya.
Sementara itu, salah satu penonton, Ni Made Astiti, warga Kabupaten Buleleng yang hadir langsung di panggung Ardha Candra, turut memberikan apresiasi. Ia menyebut fragmen Wiwitaning Bedha sangat menyentuh dan sarat makna.
“Saya sangat tersentuh. Garapan ini bukan hanya hiburan, tapi pelajaran tentang sejarah, keberanian, dan spiritualitas leluhur Bali. Luar biasa sekali bagaimana kisah Patih Kebo Iwa dikemas dengan artistik,” ujarnya.
Pementasan Sekha Gong Satyaning Kebo Taruna juga menjadi penampilan pamungkas dari rangkaian Duta Kabupaten Tabanan yang tampil dalam jenis parade Gong Kebyar pada PKB tahun ini.
Mereka menutup rangkaian dengan penuh kebanggaan dan kemegahan, mengukuhkan keyakinan dan aksi nyata dalam melestarikan seni budaya Bali melalui karya yang berkualitas, filosofis, dan menggugah rasa.(red)