
DENPASAR – VISIBALI.COM. Sidang Paripurna ke-1 DPRD Provinsi Bali Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025–2026 yang semestinya berlangsung Senin (1/9/2025) ditunda. Agenda yang seharusnya digelar pukul 11.00 Wita di Ruang Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, urung dilaksanakan akibat situasi keamanan pasca kericuhan aksi massa di kawasan Renon akhir pekan lalu.
Dalam agenda semula, DPRD akan membahas dua Raperda inisiatif, yakni tentang layanan angkutan sewa khusus pariwisata berbasis aplikasi serta keterbukaan informasi publik. Namun, pimpinan dewan melalui surat resmi menyatakan sidang ditunda hingga ada pemberitahuan lebih lanjut.
Ketua DPRD Bali Dewa Made Mahayadnya atau kerap disapa Dewa Jack menegaskan keputusan ini diambil untuk menjaga kondusivitas. “Kami tidak bisa bekerja dengan baik kalau situasi belum kondusif. Penjadwalan ulang menunggu arahan Pangdam dan Kapolda,” ujarnya usai menghadiri Apel Agung Pecalang Bali di Renon.
Untuk sementara, para anggota dewan diputuskan bekerja dari rumah (WFH). Hanya sebagian staf dan petugas yang tetap bersiaga di kantor DPRD. Langkah ini, menurut Dewa Jack, tak lepas dari pengalaman saat gedung dewan sempat didatangi massa pada Sabtu (30/8/2025).
Meski begitu, ia menegaskan DPRD tetap terbuka terhadap aspirasi publik. “Kami selalu menerima aspirasi, tetapi tentu bukan dengan cara anarkis. Demo yang tertib pasti diterima,” katanya.
Sementara itu situasi pengamanan di Kantor DPRD dan Kantor Gubernur Bali kini diperketat. Sekitar 200 personel TNI dan 200 personel Polri diterjunkan, ditambah dukungan pecalang adat yang dikoordinasikan Majelis Desa Adat (MDA) Bali.
Dewa Jack menyebut, pecalang memiliki peran penting meredam potensi kericuhan meski bukan aparat hukum. “Mereka ngayah, tanpa insentif. Ini murni pengabdian adat,” ujarnya.
Ketua MDA Bali, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet, menambahkan ribuan pecalang dikerahkan di seluruh kabupaten/kota Bali. Mereka ditugaskan menjaga desa adat, fasilitas umum, hingga titik vital pemerintahan. “Bali bergantung pada rasa aman. Kalau tidak ada kedamaian, pariwisata kita akan terganggu,” tegasnya.
Ida Panglingsir memastikan pecalang tidak dibekali senjata. Keris yang mereka bawa hanyalah simbol adat. “Ada yang puntol, ada yang kayu. Itu simbol, bukan senjata,” jelasnya.
Pengamanan ganda di objek vital tetap melibatkan aparat keamanan negara. Pecalang hanya akan ditarik jika situasi sudah benar-benar kondusif. (red)