Sidak Pansus TRAP di Jatiluwih Temukan Pelangaran Tata Ruang
DPRD Bali

TABANAN – VISIBALI.COM. Setelah menerima berbagai keluhan dari masyarakat dan pecinta lingkungan, Panitia Khusus (Pansus) Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (TRAP) DPRD Bali akhirnya turun tangan. Pada Selasa (2/12/2025), rombongan Pansus melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Kawasan Subak Jatiluwih—lansekap pertanian yang sejak 2012 diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD). Hasilnya mengejutkan: 13 bangunan dan usaha wisata tanpa izin langsung ditutup sementara.
Tak hanya di dalam kawasan WBD, Pansus juga menutup satu bangunan baru di Desa Senganan, area yang masih berbatasan langsung dengan Subak Jatiluwih. Semua pelanggaran ini dinilai memicu kerusakan tata ruang dan mengancam keberlanjutan subak.
Pelanggaran yang ditemukan mencakup sejumlah hal fundamental: perubahan tata guna lahan tanpa ketentuan, pembangunan dan operasional tanpa izin, dn aktivitas pariwisata yang berpotensi merusak ekosistem dan membebani lahan sawah.
Area tersebut tercatat sebagai Lahan Sawah Dilindungi (LSD) dan termasuk dalam Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Lebih jauh lagi, kawasan ini berada di dalam Catur Angga Batukaru, salah satu zona sakral dalam sistem subak yang menjadi dasar pengajuan status WBD ke UNESCO.
Ketua Pansus TRAP, Dr. (C) Made Supartha, S.H., M.H., menyebut temuan itu sangat memprihatinkan.
“Sebagai kawasan yang diakui dunia, Jatiluwih seharusnya terlindungi dari kegiatan yang mengancam kelestariannya. Kami menemukan 13 pelanggaran serius, dan langkah tegas harus segera diambil,” ujarnya.
Menurut Supartha, penertiban baru dapat dilakukan setelah Pansus TRAP terbentuk. Padahal, UNESCO sudah beberapa kali menyampaikan kekhawatiran terhadap maraknya bangunan liar di kawasan Jatiluwih—bahkan sempat mengancam untuk mencabut status Warisan Budaya Dunia bila pemerintah daerah tak melakukan tindakan tegas.

Sebanyak 13 akomodasi dan usaha wisata yang melanggar aturan langsung ditutup sementara. Beberapa di antaranya langsung dipasang Polpp Line, seperti: Bhuana Agung Restaurant, Gong Jatiluwih Restaurant, Green Point Restaurant, CataVaca Restaurant, Warung Sunari, Bhuana Agung Restaurant dan Billy’s Reataurant.
Penutupan dilakukan Satpol PP Provinsi Bali untuk menghentikan seluruh aktivitas hingga ada keputusan final.
“Penyegelan dilakukan agar seluruh operasional dihentikan sementara. Bangunan yang melanggar harus menunggu proses hukum tata ruang,” tukas Kasatpol PP Provinsi Bali, I Dewa Nyoman Rai Dharmadi.
Wakil Ketua Pansus, A.A. Bagus Tri Candra Arka (Gung Cok), mengingatkan risiko jangka panjang.
“Jika ini dibiarkan, citra Bali sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan bisa tercoreng,” katanya.
Sementara Wakil Sekretaris Pansus, Dr. Somvir, menekankan pentingnya ketegasan pemerintah daerah serta kepatuhan pada standar UNESCO.
“Apabila tidak serius, status WBD Jatiluwih benar-benar terancam. Setiap perubahan harus mendapat persetujuan UNESCO,” tegasnya.
Somvir juga menyoroti kerusakan jalan di sekitar kawasan yang seharusnya ikut diperbaiki dengan memanfaatkan pendapatan dari DTW Jatiluwih.
Sekretaris Daerah Kabupaten Tabanan, I Gede Susila, yang juga Ketua Forum Penataan Tata Ruang (FPTR), memastikan bahwa para pemilik 13 bangunan akan dipanggil untuk klarifikasi dan pemeriksaan izin.
Sekda Gede Susila mengungkapkan, sebelum sidak kali ini, pemerintah daerah Tabanan sebenarnya sudah menjatuhkan SP-1 hingga SP-3, namun dinilai diabaikan pemilik usaha. Karena itu, Pansus dan FPTR sepakat melakukan langkah cepat berupa penutupan.
Hasil temuan di lapanga Pansus TRAP DPRD Bali berencana akan menggelar pertemuan lanjutan bersama Pemerintah Kabupaten Tabanan, Satpol PP, dan instansi terkait untuk menyusun langkah strategis dengan focus: memperkuat pengawasan kawasan WBD, menegakkan sanksi terhadap pelanggar, memastikan pemanfaatan ruang sesuai Perda RTRW, menjaga kelestarian subak sebagai identitas budaya Bali.
Sementara itu Anggota Pansus seperti Marhaendra Jaya, Rochineng, dan Gung Suyoga menegaskan bahwa pelestarian Subak Jatiluwih adalah “kewajiban moral dan budaya”.
Seperti diketahui, penertiban kawasan pertanian produktif seperti Jatiluwih sejalan dengan agenda nasional. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, Nusron Wahid, saat rapat koordinasi pada 18 November 2025 menegaskan bahwa revisi RTRW sedang dipercepat untuk memperkuat perlindungan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B).
“Kami targetkan awal 2026 sudah clean and clear. Ini bagian dari upaya menjaga ketahanan pangan nasional,” ujar Menteri Nusron, sembari meminta seluruh pemerintah daerah menuntaskan verifikasi lahan sawah baku (LBS) sebelum Februari 2026 sebagai dasar penetapan KP2B dalam RTRW. (red)



